Minggu, 03 Februari 2008

makalah pancasila

Masalah Disintegrasi Bangsa dan Sikap Gerakan Pro-Demokrasi
>
>
> Pengantar Masalah
>
> Permasalahan disintegrasi bangsa adalah salah satu masalah yang akhir-akhir ini
> menjadi mainstream wacana yang mendominasi pemberitaan media massa maupun
> perdebatan-perdebatan di forum diskusitingkat nasional hingga dialog warung
> kopi.
> Masalah disintegrasi muncul dan berkembang sepanjang sejarah perjalanan bangsa,
> sejak revolusi kemerdekaan hingga sekarang. Pemberontakan DI/TII, Permesta/PRRI
> ataupun PRMS adalah contoh kasus disintegrasi yang pernah ada. Terus berlanjut;
> kemerdekaaan rakyat Timor Timur, tuntutan kemerdekaan rakyat Papua Barat,
> perjuangan kemerdekaan rakyat Aceh, hingga bentuk yang paling kompromis
> tuntutan otonomi daerah. Semuanya merupakan bukti betapa disintegrasi sangat
> potensial terjadi.
> Pertanyaan yang kemudian muncul adalah mengapa disintegrasi bangsa bisa terjadi?
>
> Indonesia Sabagai Bangsa; Proyek Hegemoni yang Ilusif
>
> Oleh sebagian kelompok, khususnya kaum nasionalis-yang memang konservatif-
> disintegrasi dikategorikan sebagai masalah kebangsaan. Hal ini berangkat dari
> asumsi Indonesia adalah sebuah bangsa. Apakah benar demikian?
>
> Pembatasan tentang bangsa sendiri seringkali kabur, dan memang perdebatan
> tentang batasan bangsa merupakan perdebatan sepanjang sejarah pemikiran dan
> belum mencapai kesepakatan hingga kini.
>
> Otto Von Bismarck, seorang sosialis Jerman, memberikan batasan bangsa sebagai
> bentuk persatuan yang didasari oleh kesamaan sejarah. Beberapa kelompok
> masyarakat yang mengalami penjajahan oleh penjajah yang sama cenderung akan
> bergabung dalam sebuah bangsa. Pembatasan inilah yang kemudian dipakai oleh
> tokoh-tokoh revolusi kemerdekaan Agustus 45 sebagai rasionalisasi deklarasi
> Indonesia sebagai bangsa, lebih tepatnya sebagai suatu negara-bangsa(nation
> state)
>
> Berbeda dengan Bismarck, Joseph Stalin, tokoh state-capitalism (kapitalisme
> negara), membatasi negara dengan empat syarat yaitu adanya kesamaan realitas
> geografis, kultur, bahasa(etno-linguist), dan masyarakat.
>
> Terlepas dari batasan-batasan yang ada, posisi Indonesia sebagai sebuah bangsa
> tetaplah kabur.
>
> Apakah Indonesia disebut bangsa karena kesamaan nasib dijajah oleh Belanda?
> Ataukah karena memiliki kesamaan kultur, bahasa dan cita-cita?
> Tidak. Walaupun sama-sama dijajah Belanda, Aceh tetap memiliki sejarah yang
> berbeda, demikian pula Papua Barat, ataukah Timor Timur yang jelas-jelas
> dijajah Portugis. Atau bisa dipertanyakan mengapa Singapura yang juga mengalami
> penjajahan bukanbagian bangsa Indonesia. Demikian juga kebudayaan yang ada di
> Indonesia sangatlah berbeda dan beragam? Lalu apa yang kemudian layak
> mempersatukan Indonesia sebagai sebuah bangsa?
>
> Pertanyaan-pertanyaan tidak terjawab diatas memberikan bukti bahwa bangsa
> hanyalah suatu bangun konsep, suatu bentuk khayal dalam kepala beberapa orang
> yang kebetulan memiliki akses dan kemampuan membangun opini dalam
> masyarakat .Suatu kesadaran yang ilusif tentang bangsa kemudian dapat
> bertahan melalui seuatu proyek hegemoni melalui lembaga-lembaga pendidikan,
> pemberitaan media massa atau alat pengkondisian lainnya, tentunya didukung
> tindakan represif(proyek dominasi) yang mencegah munculnya kesadaran lain yang
> tidak dikehendaki. Atau dapat dikatakan batasan-batasan bangsa dapat dengan
> mudah diubah untuk kepentingan-kepentingan tertentu. Rasionalisasi yang
> ada, seperti realitas geografis, realitas kultur, dan pengalaman sejarah
> hanyalah sekumpulan pembenaran yang disediakan untuk mendukung gagasan sebuah
> bangsa.
> Kesadaran Indonesia sebagai sebuah bangsa misalnya, tidak terlepas dari alasan
> taktis-strategis dalam menghadapi kolonialisasi Belanda. Untuk memperjuangkan
> kemerdekaan diperlukan persatuan, dan persatuan akan mudah tercipta ketika ada
> musuh bersama. Atas alasan taktis-strategis inilah kemudian konsep Indonesia
> sebagai bangsa ditanam dalam kepala masyarakat, mulai dari Aceh hingga Papua.
> Dalam perkembangan selanjutnya konsep ini kehilangan kekuatannya. Kecenderungan
> memisahkan diri semakin kuat. Suatu bangun khayal tidak lagi mampu mengilusi
> kenyataan objektif kebutuhan masyarakat.
> Apakah sebabnya?
>
> Masalah Kebangsaan Atau Kenegaraan
>
> Perdebatan yang juga muncul dalam diskusi-diskusi kaum pro-demokrasi untuk
> menentukan sikap adalah apakah gejala disintegrasi merupakan permasalahan
> kebangsaan atau permasalah kenegaraan.
>
> Yang saya maksudkan permasalahan kebangsaan adalah ketika tuntutan pemisahan
> diri dipicu oleh ketidakadilan yang dilakukan oleh suatu bangsa atau suku
> bangsa terhadap bangsa atau suku bangsa lainnya. Tuntutan pemisahan diri yang
> dipicu oleh penindasan atau ketidakadilan yang dilakukan oleh Negara terhadap
> masyarakat di suatu daerah, saya sebut permasalahan kenegaraan.
>
> Sebagian golongan yang melakukan pendekatan identitas berpendapat bahwa gejala
> pemisahan diri daerah-daerah disebabkan oleh dominasi bangsa Jawa terhadap
> bangsa lainnya di Indonesia. Apakahbenar demikian?
> Apa yang telah orang-orang Jawa dapat dari itu?
> Di Jawa sendiri kemiskinan ada di mana-mana, perampasan tanah rakyat, upah
> buruh yang kecil, penggusuran pemukiman kaum miskin kota, semuanya terjadi pada
> massa rakyat yang ada di Jawa. Lagi pula yang dominan terjadi adalah
> ketidakadilan ekonomis bukan kultural.
> Kasus di Aceh, Papua Barat, Riau, atau yang telah merdeka Timor Timur adalah
> kasus penindasan Negara melalui organ represifnya tentara. Negara, untuk
> kepentingan pemilik modal mengeksploitasi kekayaan daerah dan meninggalkan
> kemiskinan dan kesengsaraan masyarakat daerah. Ketika rakyat menuntut, Negara
> balik menindas, membungkam perlawanan rakyat lewat operasi militer.
> Jadi tuntutan pemisahan diri daerah-daerah dipicu oleh penindasan Negara
> terhadap masyarakat daerah, bukan penindasan suatu bangsa atau suku bangsa
> terhadap bangsa atau suku bangsa lainnya.
>
>
> Persaingan Antar Borjuis dan Manipulasi Kesadaran Massa.
>
> Gerakan kontra-revolusi 1 Oktober 65 yang dilakukan sejumlah perwira angkatan
> darat yang didukung Amerika Serikat manghasilkan masuk dan berkuasanya kekuatan
> kapitalis. Hal ini dibuktikan oleh kebijakan rezim otoriter orde baru yang
> berbau developmentalism, suatu varian kapitalisme yang khusus diterapkan di
> negara miskin dan berkembang untuk mempersiapkan berlakunya kapitalisme
> yang sama dengan bentuk yang diterapkan di negara induknya, Eropa Barat dan
> Amerika Serikat.
>
> Militerpun beralih fungsi, dari semula dan lazimnya hanyalah penjaga
> kepentingan pemilik modal, di Indonesia menjadi pemilik modal itu sendiri.
> Nasionalisasi perusahan asing sebenarnya merupakan pengambilalihan oleh
> militer. Tercatat begitu banyak badan usaha yang dimiliki militer, ataupun
> yang jajaran komisaris dan direkturnya adalah militer. Pertamina, yayasan
> pendidikan berorientasi profit, perusahaan pengelola hutan, pertambangan dan
> masih banyak lagi.
>
> Kapitalisme kamudian menggunakan negara sebagai alat akumulasi modal. Negara
> kesatuan RI yang sentralistik memudahkan akumulasi sumber daya produksi, baik
> bahan baku produksi maupun manusia sebagai tenaga produksi. Dengan kebijakan
> sentralistik negara kesatuan, pemilik modal hanya cukup menguasai dan
> mengendalikan birokrasi pusat, selanjutnya seluruh sumber daya daerah akan
> mengalir ke pusat. Aceh, Papua Barat dan Riau menghasilkan kekayaan sangat
> besar bagi Negara tetapi yang kembali ke daerah tidak lebih dari 3%. Jangankan
> kesejahteraan rakyat, infrastruktur fisik pun sangatlah minim. Sungguh suatu
> kontradiksi yang tidak adil. Daerah-daerah kaya dikeruk habis-habisan,
> sementara yang menikmati hasilnya adalah daerah di pusat kekuasaan. Ketimpangan
> inilah yang kemudian melahirkan tuntutan-tuntutan pemisahan diri.
> Pertanyaan selanjutnya; apakah benar rakyat yang menuntut pemisahan diri? Belum
> tentu.
>
> Ketimpangan antar daerah lebih membuat gerah elit-elit atau yang dalam bahasa
> kaum pro-demokrasi disebut dengan borjuis-borjuis. Borjuis lokal; para tuan
> tanah, pemimpin politik, tokoh masyarakat, pengusaha lokal akan selalu
> dirugikan oleh sistem Negara dan pemerintahan yang sentralistik.
> Modal dan keuntungan akan selalu mengalir ke pusat, ke kantong-kantong
> borjuisme nasional dan kapitalisme induk. Borjuis lokal tidak mendapat apa-apa.
> Hal inilah yang kemudian menggerakkan mereka untuk memanipulasi kesadaran dan
> memobilisasi massa rakyat untuk menuntut kemerdekaan atau sekurang-kurangnya,
> dalam bentuk paling kompromis , menuntut otonomi daerah. Jadi gejala maraknya
> tuntutan memisahkan diri daerah-daerah lebih mungkin disebabkan oleh persaingan
> antar borjuis; borjuis lokal, kapitalis nasional(konglomerat-konglomerat
> Indonesia) dan kapitalis induk( masuk melalui penanaman modal atau bentuk yang
> paling kini adalah MNC (multi national corporation).
>
> Sikap yang Harus Diambil
>
> Kaum pro-demokrasi sering kebingungan untuk menentukan sikap terhadap
> permasalahan pemisahan diri ini. Perdebatan diantara mereka merupakan
> kelanjutan perdebatan klasik yang pernah terjadi dalam gerakan-gerakan
> demokratik masa lalu.
>
> Adalah seorang Rosa Luxemburg, tokoh sosial demokrat Jerman, yang mengatakan
> bahwa kaum pro-demokrasi kerakyatan tidak perlu mendukung gerakan pemisahan
> diri karena gerakan itu adalah gerakan borjuis bukan gerakan rakyat. Gerakan
> pemisahan diri terjadi karena persaingan perebutan modal dan pasar antara
> borjuis. Baik dalam keadaan bersatu dengan Negara induk ataupun terpisah,
> rakyat akan tetap tertindas maka sebaiknya kaum pro-demokrasi memusatkan
> perhatian pada perjuangan pembebasan rakyat tertindas dari penindasan para
> pemilik modal dan tuan-tuan tanah.
>
> Pendapat ini segera dibantah oleh Vladimir Illich Lenin, seorang tokoh
> demokrasi kerakyatan Rusia. Lenin mengatakan bahwa walaupun perjuangan
> pemisahan diri dipelopori oleh borjuis dan lebih menguntungkan borjuis namun
> perjuangan itu tetaplah memiliki makna demokratis. Perjuangan memisahkan diri
> adalah perjuangan melawan penindasan oleh Negara induk atau bangsa dominan.
> Tidak mendukung perjuangan ini artinya kita mengambil sikap opurtunis dan
> membiarkan dua penindasan sekaligus; penidasan feodalis(oleh Negara induk atau
> bangsa dominan) dan penindasan kapitalistik (oleh borjuis pemilik modal).
>
> Perdebatan ini terus berlangsung hingga kini terjadi pula di antara gerakan pro-
> demokrasi Indonesia.
> Tuntutan pemisahan diri memang merupakan tuntutan borjuis lokal untuk
> memenangkan persaingan dengan borjuis/kapitalis nasional dan internasional
> (kapitalis induk).
>
> Sikap yang sebaiknya diambil oleh gerakan pro-demokrasi adalah memberikan
> kesadaran pada massa rakyat daerah bahwa penyelesaian yang paling tepat bukan
> memisahkan diri melainkan menuntut Negara dan aparat represifnya. Tuntutan-
> tuntutan itu dapat berupa penarikan pasukan militer atau penghapusan Daerah
> Operasi Militer, pengadilan terhadap para pelanggar Hak Asasi Manusia(jenderal-
> jemderal militer yang menginstruksikan pembunuhan rakyat daerah), penghapusan
> KODAM,KODIM, KORAMIL, perimbangan keuangan pusat dan daerah, dll.
> Tetapi jika tuntutan pemisahan diri tidak lagi dapat dihindari maka gerakan pro-
> demokrasi secepat mungkin mengorganisir rakyat agar perjuangan pemisahan diri
> merupakan perjuangan rakyat, bukan lagi perjuangan borjuis. Dengan
> pengambilalihan kepemimpinan perjuangan, jika pemisahan diri benar-benar
> terjadi maka Negara yang baru merdeka ini akan benar-benar merupakan Negara
> yang mengabdi dan berpihak pada rakyat.
>
> Kesimpulan dan Rekomendasi
>
> Berdasarkan analisis masalah dan pengambilan sikap di atas maka beberapa
> kesimpulan yang bisa
> ditarik adalah ;
>
> 1.. Tuntutan pemisahan diri disebabkan oleh permasalahan ekonomi yaitu
> ketimpangan yang terjadi antara pusat dan daerah.
>
> 2.. Tuntutan pemisahan diri lebih merupakan tuntutan borjuis lokal sebagai
> upaya melawan dominasi borjuis nasional dan borjuis/kapitalis internasional.
>
> 3.. Tuntutan pemisahan diri juga terjadi karena adanya penindasan oleh Negara.
>
>
> 4.. Mempertahankan bentuk Negara kesatuan atau konsep nation-state tidak lagi
> masuk akal dan Nasionalisme telah kehilangan makna.
>
> 5.. Penyelesaian sejumlah permasalahan seperti di Aceh, Papua Barat, dll lebih
> baik tidak dengan memisahkan diri melainkan menuntut pertanggungjawaban Negara.
>

Tidak ada komentar: